Saya
telah kehilanga dia lagi. Bodohnya saya. Membiarkan lagi dan lagi merasa
hal yang tidak menyenangkan. Terbuang
            Bukankah
begitu? Jadi jalang sangat menyakitkan. Tapi entah mengapa saya menikmatinya. Berkali-kali
saya menyakinkan diri untuk berhenti. Namun mereka terlalu sayang untuk
diabaikan. 
            Saya
memang bodoh bagi kalian. Merelakan ‘tubuh’ saya untuk ‘dijual’. Saya akui itu.
Tapi saya tidak pernah bosan untuk berpura-pura tersenyum pada kalian yang
selalu merendahkan saya. Meremehkan saya untuk banyak hal yang memang tidak
ingin saya lakukan. saya tidak peduli kalian senang atau tidak. Saya tidak
peduli kalian marah atau kecewa. Saya tidak peduli.
            Saya
peduli pada dia. dia yang terluka. dia yang menderita. dia yang sendiri. dia yang
terjebak. hanya saya yang peduli atas itu semua. Dan ini cara saya untuk
peduli. 
Menipu kalian dan mereka. Merendahkan saya
dan bersikap bodoh. Untuk menghibur dia. saya tidak peduli jika kalian marah
atau kecewa. Dia yang selalu jadi penghibur saya saat kacau. 
Belakangan ini saya sangat kacau. Hiburan
saya  sedang menghilang. Letih saya
mencarinya hingga ke seluk-beluk mimpi. Mencarinya di kebun-kebun dosa. Saya
temukan dia, dipojok bayangan abu-abu sedang tersedu. Benar saja dia baru kehilangan
mereka nya lagi.
Tak kuasa saya menghitung mereka  yang pernah menikmati dia. Tak perah ada
habisnya saya mengulang cerita yang sama saat dia menemukan mereka yang baru. Tak
pernah saya bosan merasakan  rasa yang
sama saat dia memiliki  mereka yang baru.
Tak pernah saya marah menerima perlakuan dari mereka yang melecehkan dia dari
segala hal.
Karena saya tau dia menikmatinya. Dia penghibur
saya yang juga jadi jalang bagi mereka. Saya tidak bisa berontak jika dia mulai
kelewatan. Saya juga tidak bisa marah jika dia lagi-lagi bertingkah. Sama seperti
kalian, meski saya peduli dia tidak peduli. 
Saya temukan dia di pojok bayangan. Tidak
tersedu hanya duduk diam. Tidak bicara dan terlihat kosong. Saya mengingat
siapa yang jadi terakhir bagi dia. Mereka yang mana. Saya hanya menebak. Dia
tetap diam di pojok bayangan. 
Saya ingat dia bercerita tentang malam
itu. Saat dia hampir hilang sadar karena bermain dengan mereka. Saat dia
akhirnya menikmati setiap sentuh dan cerita yang datang padanya. Mereka-mereka
yang juga tidak kalah menderita. Saya membiarkannya. Hingga saya juga ikut
jatuh hati. 
Sayang, saya pernah mengatakan sayang
untuk dia. Maaf karena saya mengambil alih kuasanya. Saya tau lagi-lagi
kesalahan saya membuatnya seperti itu. Dia jadi semakin menderita. Karena saya
ikut-ikutan jatuh hati pada mereka yang sedang mempermainkan dia. 
Saya ingin datang  ke pojok bayangan merengkuh dia. Meski lengan
saya tak pernah jadi kesukaanya. Bahkan saya tidak pernah bisa menyentuhnya. Dia
yang sedang tertatih untuk sekali lagi berani bercocok tanam pada harap yang
selalu gagal dituai nya. 
Kebun yang selalu subur dengan resah dan
gelisahnya. Kebun yang tak pernah tumbuh apa yang sedang dia harapkan. Saya yang
bekerja sebagai tukang kebunnya. Tentulah bertanggung jawab atas itu. 
Comments
Post a Comment