Skip to main content

Dia, di pojok bayangan

            Saya telah kehilanga dia lagi. Bodohnya saya. Membiarkan lagi dan lagi merasa hal yang tidak menyenangkan. Terbuang

            Bukankah begitu? Jadi jalang sangat menyakitkan. Tapi entah mengapa saya menikmatinya. Berkali-kali saya menyakinkan diri untuk berhenti. Namun mereka terlalu sayang untuk diabaikan.

            Saya memang bodoh bagi kalian. Merelakan ‘tubuh’ saya untuk ‘dijual’. Saya akui itu. Tapi saya tidak pernah bosan untuk berpura-pura tersenyum pada kalian yang selalu merendahkan saya. Meremehkan saya untuk banyak hal yang memang tidak ingin saya lakukan. saya tidak peduli kalian senang atau tidak. Saya tidak peduli kalian marah atau kecewa. Saya tidak peduli.

            Saya peduli pada dia. dia yang terluka. dia yang menderita. dia yang sendiri. dia yang terjebak. hanya saya yang peduli atas itu semua. Dan ini cara saya untuk peduli.

Menipu kalian dan mereka. Merendahkan saya dan bersikap bodoh. Untuk menghibur dia. saya tidak peduli jika kalian marah atau kecewa. Dia yang selalu jadi penghibur saya saat kacau.

Belakangan ini saya sangat kacau. Hiburan saya  sedang menghilang. Letih saya mencarinya hingga ke seluk-beluk mimpi. Mencarinya di kebun-kebun dosa. Saya temukan dia, dipojok bayangan abu-abu sedang tersedu. Benar saja dia baru kehilangan mereka nya lagi.

Tak kuasa saya menghitung mereka  yang pernah menikmati dia. Tak perah ada habisnya saya mengulang cerita yang sama saat dia menemukan mereka yang baru. Tak pernah saya bosan merasakan  rasa yang sama saat dia memiliki  mereka yang baru. Tak pernah saya marah menerima perlakuan dari mereka yang melecehkan dia dari segala hal.

Karena saya tau dia menikmatinya. Dia penghibur saya yang juga jadi jalang bagi mereka. Saya tidak bisa berontak jika dia mulai kelewatan. Saya juga tidak bisa marah jika dia lagi-lagi bertingkah. Sama seperti kalian, meski saya peduli dia tidak peduli.

Saya temukan dia di pojok bayangan. Tidak tersedu hanya duduk diam. Tidak bicara dan terlihat kosong. Saya mengingat siapa yang jadi terakhir bagi dia. Mereka yang mana. Saya hanya menebak. Dia tetap diam di pojok bayangan.

Saya ingat dia bercerita tentang malam itu. Saat dia hampir hilang sadar karena bermain dengan mereka. Saat dia akhirnya menikmati setiap sentuh dan cerita yang datang padanya. Mereka-mereka yang juga tidak kalah menderita. Saya membiarkannya. Hingga saya juga ikut jatuh hati.

Sayang, saya pernah mengatakan sayang untuk dia. Maaf karena saya mengambil alih kuasanya. Saya tau lagi-lagi kesalahan saya membuatnya seperti itu. Dia jadi semakin menderita. Karena saya ikut-ikutan jatuh hati pada mereka yang sedang mempermainkan dia.

Saya ingin datang  ke pojok bayangan merengkuh dia. Meski lengan saya tak pernah jadi kesukaanya. Bahkan saya tidak pernah bisa menyentuhnya. Dia yang sedang tertatih untuk sekali lagi berani bercocok tanam pada harap yang selalu gagal dituai nya.

Kebun yang selalu subur dengan resah dan gelisahnya. Kebun yang tak pernah tumbuh apa yang sedang dia harapkan. Saya yang bekerja sebagai tukang kebunnya. Tentulah bertanggung jawab atas itu.

        


Comments

Popular posts from this blog

Illusion

I am the most miserable. Why ? you know my figure is someone who have so many dreams. And always doing whatever i want as much as possible. I always laugh out load that i could. Or run and jump as i want.  Even,  I please speak with invective. Bad indeed, but it was feel better than now. Now, I’m just sit and  stare blankly to  all directions. Silence without a cup of coffee like  normally. There are just some fucking papers that contains scratch without clarity. Or, when I'm just sitting among the noisy sound that pierced my ears. It's annoying because my lips can’t speak as usual. Even, to greet them were sickening.  I am very lazy. It’s NOT me. But, here i am now. Only talking with myself without voice anymore. I’m gonna insane. But, i really really lost my directions. Even to speak, i don’t know how to do it. I asked. Where it was started? Silence, Quiet, I remember, the last time i has my voice is when my last trip. ...

Beda tapi Sama

aku paham bahwa aku selalu jadi berbeda, bukannya tak pernah sama. tapi hanya dengan berbeda aku merasa 'istimewa' .  bagiku, berbeda bukan berarti berani untuk tidak 'diterima'.  aku hanya sadar perbedaan ini ada karena aku telah 'menerima' siapa aku dan mereka. aku sangat merayakan perbedaan. biarkan aku tetap menjadi aku,  kau tetap menjadi kau,  kalian tetap menjadi kalian,  mereka tetap menjadi mereka,  kami tetap menjadi kami.  tidak harus jadi masalah. karena kita adalah kita. “ we have different cultures” aku menemukan penyangkalan karena perbedaan. Biasanya bisa lebih parah ’ kau kan perempuan’ ini juga yang sering aku dengarkan tentang bagaimana perbedaan  selalu menjadi penyangkalan.   “toh kita tinggal di bumi yang sama”  ini beda lagi, terkadang aku juga menemukan persamaan sebagai pembelaan. “ gapeduli asalanya dari mana kita manusia punya hak yang sama” masih sama tentang persamaa...