Baru saja  aku mendengar lagi sebuah cerita menyedihkan
tentang dia dan ‘cintanya’. Dia dan seseorang yang baru saja melepasnya. Menyedihkan
mendenganya bercerita tentang betapa bodohnya dia saat itu. Dan kini hanya
sesal yang mampu dia ungkapkan.
Keterbiasaanya dengan
hadirnya seseorang untuknya. Orang yang entah berapa tahun menjadi satu satunya
dunia untuknya. Banyak cerita didalam dunia itu salah satunya adalah ada
bahagia disana. Sampai akhirnya alasan yang disembunyikannya dalam waktu yang
cukup lama itu menguap, merusak dunia kecilnya itu.
Dunia kecil yang saat
dulu ia kira cukup untuk membuatnya merasa bahagia tanpa batas. Dunia kecil
yang sejak dulu dibangunnya dengan bersembunyi dibalik alasan alasan yang
menyulitkannya dan dunia itu. Alasan yang dijaganya dengan sangat erat dan
hati-hati. Dan kini alasan itu tak mampu lagi bersembunyi. 
Cukup cerita tentang
dia dan cintanya itu. 
Hahahahaha cinta. Cinta
dari seorang kekasih. Katanya. Entahlah,hingga saat ini akupun merasa kalau itu
hanya mitos. I never feel it.  I mean falling in love with someone. 
Dia yang akhirnya
merasa bahwa cinta yang selama ini dia rasa hanya mengurungnya dalam Sebuah rumah
kaca, sempit terkunci. Bahkan dia sendiri tak tau dimana pintu rumakacanya itu.
Rumah yang awalnya membuatnya merasa sangat nyaman. Dia mampu tidur nyenyak
disana, melihat dunia luar dengan aman walau tanpa tau bagaimana rasanya. Dia hanya
mampu melihat dibalik kaca-kaca itu. 
 Dan kini dia sadar, bahwa hidup terkunci dalam
rumah itu cukup menyakitkan. Dia sering kali merasa sesak didalamnya. Sampai akhirnya
dia nyaris mati didalamnya. Mengais ngais sisa udara yang mungkin masih ada. Berusaha
mencari jendela maupun pintu, namun sia-sia. Dia menjerit, berteriak berharap
ada yang mampu melepaskannya dari dalam rumah kaca itu
Hingga pada waktunya
rumah itu hancur karna tak sanggup lagi mendengar jeritanya yang memecahkan
kaca-kaca disana. Membuat udara masuk kedalamnya, Memberikannya jalan untuk
keluar dari sana. Tapi sayang setiap pijakan kakinya ia harus meringis menahan
sakit terkena kaca dari rumah itu.
Setiap jejaknya
menanamkan luka baru untuknya, setiap langkahnya ia harus menitihkan airmata. Perih
katanya, sakit ungkapnya, tapi dia tak tau harus meminta pertolongan pada
siapa, karena tak ada siapapun yang ia kenal diluar rumah itu. Berteriakpun percuma
karna nafasnya telah habis diburu perih dan sesak. Yang dia lakukan hanya
berharap ada orang melewatinya walau hanya sebenta, mengulurkan tangannya walau
hanya untuk menariknya sebentar dari sana. Tak apalah asalkan dia bisa keluar
dengan lebih cepat dari rumah itu. 
Dalam tatih setiap
langkahnya dia menyadri bahwa dia sudah terlalu lama terkurung dirumah kaca nya
itu. Merasa bahwa rumah itu cukup untuk membuat ceritanya seperti yang
diinginkannya padahal sebaliknya. Ah sudahlah...
Kini yang kutau, dia tengah berdiri diambang pintu rumah itu dengan kaki penuh darah dan mata
sendunya. Senyumnya mulai terlihat walau samar. Dan telah ada seseorang yang
memberikan punggungnya untuk membantunya melihat lebih jauh dunia di luar rumah
kacanya itu. 
Dan aku hanya bisa
berharap agar dia tak lagi dibawa kerumah-rumah kaca lain
Comments
Post a Comment