Aku tak pernah tau bagaimana rasanya
hidup itu hingga cangkir kopiku hadir dihadapanku. Aromanya selalu berhasil
menggelitik otakku untuk mengungkap apa yang harus kudapatkan, apa yang harus
kulakukan atau sekedar apa yang harus ku pikirkan. 
            Sesapan pertama kopiku memenuhi
ruang dalam mulutku, memanjakan lidahku. Dia berhasil merasuki pikiranku untuk
terus menyesapnya hanya agar aku sadar ada rasa apalagi yang mampu dia berikan.
dan Aku sering kali terbuai pada sesapan sesapan berikutnya. 
            Aku paham bahwa ceritaku mungkin
hanya sebatas dalam secangkir kopi. Yang perlahan lahan memberikan kenikmatan
yang berbeda pada setiap sesapnya. Satu sesapan pertama mengajarkanku untuk
menunggu, sesap sesap berikutnya memberikanku kejutan. Hingga sesapan terakhir
aku sadar bahwa aku tak ingin menyudahinya. Aku menunggu hingga waktu yang
benar benar tepat untuk menikmati sesapan terakhir itu. 
Ada banyak rahasia yang kuceritakan
pada cangkir kopiku yang mulai kosong. Tentang bagaimana lelahnya aku, tentang
seberapa jenuhnya, dan kenyataan bahwa aku sedang muak. 
Lelah yang tak pernah jelas karna apa, mungkin
karena usahaku untuk terus tak peduli. Membiarkan diriku tenggelam dalam
dongeng dongengnya sendiri tanpa ada orang yang menyadarninya. 
Jenuh pada hal yang tak kumengerti, dan hal itu akan
berulang terus menerus, atau diam ditempat saat aku berlari. Aku berputar hanya
di tempat itu saja padahal aku telah berusaha sangat keras untuk bisa lari
secepat dan sejauh mungkin, naun sialnya aku akan kembali disana. Berulang kali
aku berusaha meyakinkan diri untuk mencoba tinggal, berusaha berdamai dengan
rasa jenuhku disana, namun yang terjadi malah aku semakin meberontak dan
membuat sayatan sayatan yang semakin dalam.
Dan muak pada udara disekitarku yang semakin lama
semakin menyesakkan. Aku muak pada pikiran pikiranku yang tak pernah berhenti
berfikir untuk berhenti. Menyudahi semua yang sedang kulakukan hanya untuk
membiarkanku mengikuti inginnya. Aku muak pada tubuh yang selalu mengeluh saat
aku mulai menggilainya. 
            Akhirnya Aku menangis dalam imaji
saat memejamkan mataku, saat kopi itu memenuhi ruang dalam mulutku. Aku berteriak
didalamnya agar ia bisa mendengar bahwa aku sedang dalam keadaan tidak benar
benar baik.
            Aku ingin berhenti tapi aku tak tau
bagaimana. Aku ingin keluar tapi tak pernah ada pintu yang dapat terbuka
untukku, mereka selalu terkunci tiba tiba saat aku menghampirinya. Mendobrak
pintu pintu itu ternyata tidak ada gunanya sama sekali. Tetap terkunci dan
tertutup rapat hingga tak ada celah sedikitpun untukku mengintip. 
            Hingga aku pasrah dan menikmati
cangkir kopi berikutnya untuk memberitahu ceritaku lagi. untuk merasa hidup kembali..
Comments
Post a Comment