Skip to main content

Bukan untuk Laki-La-ik

Saya hidup bukan hanya untuk dibuntingin laki-laik. Saya perempuan. Saya sedang tidak melakukan apapun untuk jadi milik laki-laik. Maaf mungkin ini terdengar kurang ajar. Tapi saya sering gerah saat pada akhirnya saya dikatakan hidup hanya untuk dimiliki laki-laik.
Tidak. Saya bahkan hampir tidak pernah membaca buku-buku tentang yang kalian pikirkan. saya hanya mengalami banyak hal yang akhirnya membuat saya berpikir seperti ini sekarang(kemungkinan besar juga akan berubah nanti dikemudian hari). saya hanya tidak senang mendapatkan stigma bahwa saya melakukan apapun untuk laki-laik. Banyak sekali yang mengatakan jika saya seperti ini mana ada laki-laik yang mau dengan saya. Jika saya seperti itu laki-laik tidak akan ada yang mau mendekati saya.
Maaf. Saya memang membutuhkan laki-laik untuk berkembang biak. Laki-laikpun begitu membutuhkan saya untuk berkembang biak.  Tapi hal tersebut bukan alasan saya untuk menjadikan saya seperti ini atau itu hanya untuk dimiliki laki-laik.
Saya rasa saya punya kuasa atas tubuh, rasa, dan pikiran saya. Saya tau ada norma, nilai, dan moral yang berlaku dan saya tetap mengikuti itu dengan caras saya pula. Saya tidak ingin bersinggungan dengan hal-hal yang malah memusingkan saya walaupun pada dasarnya saya tak pernah ambil pusing.
Ya. Saya memang bodoh. Setidaknya di dunia yang saya tidak inginkan.
tentu saja Ayah saya seorang laki-laik dan saya sangat menyayangi dia. Saya tetaplah gadis kecil ayah saya yang masih berharap bisa digendong dan didongengkan sebelum tidur. Yaa memang. Hal tersebut tetap terjadi di usia saya saat ini dengan cara yang berbeda. Beliau tetap mendongengkan saya dongeng sebelum tidur, hanya saja cerita yang dia berikan tidak se imajinatif saat saya kecil. Ayah banyak bercerita tentang realita dan dunia. Dongeng memuakkan namun tetap saya senangi.
Saya tau, Ayah saya pun tentu memiliki angan mempunyai anak gadis sesuai dengan harapannya.  Namun, selama saya menjadi gadis kecil ayah saya beliau selalu membantu saya untuk mejadi siapa saya. Bukan untuk menjadi milik laki-laik seperti ini dan itu.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Saya sering kali mengumpulkan cerita tentang laki-laik. menyenangkan juga memuakkan. Banyak sekali yang saya pelajari. Tentunya bukan tentang menjadi perempuan yang dimiliki laki-laik. saya belajar bagaimana saya harus jadi saya meski sedang bersama mereka.
Mungkin saya sudah terlalu banyak tidak tidur. Saya mungkin terlalu banyak bermain hingga saya lupa bagaimana rasanya di beri batas oleh mereka. Hingga saya khirnya memilih untuk tidak peduli tentang mereka yang sebenarya membentuk saya jadi seperti ini.
Setelah saya keluar dari rumah. Saya banyak belajar. Bagaiama rasanya sendirian dan hanya punya cermin untuk bicara. Memang gila. Saya tau saya mulai gila. Dan ini cara saya menghibur luka.
Saat ini saya sedang berusaha berdamai dengan ‘kecelakaan-kecelakaan’yang banyak saya alami sejak kecil. Sulit. Sangat. Saya harus benar-benar berani untuk akhirnya menjadikan itu sesuatu yang saya nikmati bukan lagi yang menyakiti.
Mereka laki-laik yang saya kagumi tentang bagaimana memperlakukan saya. Saya belajar untuk tetap menjadi saya yang selalu berubah-ubah dari waktu dan waktu.
Saat ini saya sedang menuliskan cerita seperti ini, dan bisa jadi besok saya akan menulis cerita kebalikannya. Tidak ada yang pernah bisa tau. Termasuk saya sendiri.
Tidak. Perempuan malang ini.saya. lagi-lagi memulai permainnya. Dan sekarang giliran saya sayang. Tidak malam ini. mungkin besok pagi saya akan bangun di sisi laki-laikyang berbeda. Bukan untuk dimiliki. Hanya untuk berbagi afeksi tentang duka yang tertanam.


Comments

Popular posts from this blog

Illusion

I am the most miserable. Why ? you know my figure is someone who have so many dreams. And always doing whatever i want as much as possible. I always laugh out load that i could. Or run and jump as i want.  Even,  I please speak with invective. Bad indeed, but it was feel better than now. Now, I’m just sit and  stare blankly to  all directions. Silence without a cup of coffee like  normally. There are just some fucking papers that contains scratch without clarity. Or, when I'm just sitting among the noisy sound that pierced my ears. It's annoying because my lips can’t speak as usual. Even, to greet them were sickening.  I am very lazy. It’s NOT me. But, here i am now. Only talking with myself without voice anymore. I’m gonna insane. But, i really really lost my directions. Even to speak, i don’t know how to do it. I asked. Where it was started? Silence, Quiet, I remember, the last time i has my voice is when my last trip. ...

Dia, di pojok bayangan

            Saya telah kehilanga dia lagi. Bodohnya saya. Membiarkan lagi dan lagi merasa hal yang tidak menyenangkan. Terbuang             Bukankah begitu? Jadi jalang sangat menyakitkan. Tapi entah mengapa saya menikmatinya. Berkali-kali saya menyakinkan diri untuk berhenti. Namun mereka terlalu sayang untuk diabaikan.             Saya memang bodoh bagi kalian. Merelakan ‘tubuh’ saya untuk ‘dijual’. Saya akui itu. Tapi saya tidak pernah bosan untuk berpura-pura tersenyum pada kalian yang selalu merendahkan saya. Meremehkan saya untuk banyak hal yang memang tidak ingin saya lakukan. saya tidak peduli kalian senang atau tidak. Saya tidak peduli kalian marah atau kecewa. Saya tidak peduli.             Saya peduli pada dia. dia yang terluka. dia yang menderita. dia yang sendiri. dia ...

Beda tapi Sama

aku paham bahwa aku selalu jadi berbeda, bukannya tak pernah sama. tapi hanya dengan berbeda aku merasa 'istimewa' .  bagiku, berbeda bukan berarti berani untuk tidak 'diterima'.  aku hanya sadar perbedaan ini ada karena aku telah 'menerima' siapa aku dan mereka. aku sangat merayakan perbedaan. biarkan aku tetap menjadi aku,  kau tetap menjadi kau,  kalian tetap menjadi kalian,  mereka tetap menjadi mereka,  kami tetap menjadi kami.  tidak harus jadi masalah. karena kita adalah kita. “ we have different cultures” aku menemukan penyangkalan karena perbedaan. Biasanya bisa lebih parah ’ kau kan perempuan’ ini juga yang sering aku dengarkan tentang bagaimana perbedaan  selalu menjadi penyangkalan.   “toh kita tinggal di bumi yang sama”  ini beda lagi, terkadang aku juga menemukan persamaan sebagai pembelaan. “ gapeduli asalanya dari mana kita manusia punya hak yang sama” masih sama tentang persamaa...